Sabtu, 09 Februari 2013

Humor itu Obat

Seeing the funny sides of situations and of oneself doesn’t sound very serious, but it is integral to wisdom, because it’s a sign that one is able to put a benevolent finger on the gap between what we want to happen and what life can actually provide; what we dream of being and what we actually are, what we hope other people will be like and what they are actually like. Like anger, humour springs from disappointment, but it’s disappointment optimally channelled. It’s one of the best things we can do with our sadness.

-Alain de Botton-


Harapan adalah sesuatu yang patut diwaspadai. Seringkali adanya harapan disalahartikan sebagai sebuah keniscayaan; sesuatu yang pasti akan terjadi. Karenanya, saat apa yang diharapkan tidak terjadi biasanya kita akan mengutuk dan bersumpah serapah. Kita akan mulai menyalahkan situasi, orang lain, diri sendiri, atau mungkin nasib dan Tuhannya.  "PHP (Pemberi Harapan Palsu) nih!" begitu orang sekarang bilang. Tapi tunggu dulu, harapan bukan janji Bung! Dia hanya sebuah kemungkinan. Jadi ya salah kalau harapan itu lantas dijagakke.

Orang yang tidak bisa mengatasi rasa kecewanya kadang jatuh pada kondisi yang statis, alias nggak bisa move on; mutung sama keadaan. Kesedihan yang berlarut-larut membuatnya selalu murung, dan malas beraktifitas. Ujung-ujungnya orang ini akan kehilangan arah dan jalan di tempat. Fokus pada apa yang dia tidak punya malah membuatnya lupa akan apa yang dia miliki.

Lantas, apa yang harus kita lakukan? Bukankah kita akan selalu berharap karena yang namanya manusia itu tak bisa lari dari keinginan? Jawabannya saya pikir adalah apa yang dikemukakan Alain de Botton, seorang filsuf dari Inggris yang saya kutip di atas. Solusinya tak lain dan tak bukan adalah humor.  

Kegagalan atau kesialan selalu saja dikutuki dan disesali. Itu semua karena kita masih nggak terima. Kok Gini. Kok Gitu. Coba dulu nggak gini. Semua itu akhirnya malah menjadi beban yang melelahkan dan menggerogoti kita dari dalam. Nah, saat semua itu menjadi humor; jadi sesuatu yang bisa ditertawakan, itu tandanya kita sudah bisa menerimanya sebagai bagian hidup kita. Dengan kata lain kekecewaan sudah terobati dan kita sudah move on.

Kecewa boleh kok. Mengutuki keadaan juga boleh. Tapi ya jangan terus-terusan. Ibarat kata, kalau sudah jatuh ya jatuh. Mengutuki hal yang membuatmu jatuh nggak akan membatalkan kejatuhanmu itu. Ya to? Hahahaha. Mari tertawa sebelum tertawa itu dilarang (opotoh?).


adieu! 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar